Sebelum bulan Juli datang, aku masih berharap bahwa anak-anak sekolah akan masuk secara offline. Kondisi Corona di Pontianak pada bulan Juli kemaren gak begitu buruk. Pertanggal 1 Juli 2020, kasus positif di Kota Pontianak cuma 4 orang aja yang aktif, bahkan di bulan Juli Pontianak juga pernah dalam posisi zero kasus corona. Melihat tren positif, aku beharap banyak dong sekolah akan masuk. Tapi ternyata gak. Keputusan bersama 4 menteri bilang yang boleh masuk hanya kota yang berada di zona hijau itupun 2 bulan pertama anak SMA, dua bulan kedua anak SMP dan dua bulan berikutnya (jika zona hijau tetap bisa dijaga) barulah anak SD. Kalau aku hitung sesuai dengan peraturan ini “jatah” anak SD masuk ke sekolah itu (jika tetap zona hijau) adalah di bulan Nopember yang mana udah masa ulangan sekolah dan ya udah ding sekalian aja masuk januari. Makanya semenjak itu aku gak berharap banyak untuk si K bisa bersekolah offline.
Karena sudah dihadapkan pada kenyataan sekolah akan tetap online paling gak sampai akhir semester 1 (bahkan jika aku menulis sekarang aku yakin kalau selama kelas 1 ini si K akan terus sekolah online, MUNGKIN baru akan mulai sekolah online saat naik Primary 2) jadi aku udah menurunkan ekspetasi. Sekolah yang dulunya aku nanti-nantikan sebagai tempat anak menimba ilmu menjadi beban berat orang tua untuk harus siap mendampingi anaknya. Aku ingat banget perkataan Mas Mentri Pendidikan waktu itu, bahwa anak-anak pasti akan sangat berdampak banget dengan kondisi sekolah online ini, dan yang paling berdampak adalah anak Sekolah Dasar awal yang harusnya menerima pondasi-pondasi pendidikan diwaktunya sekarang. Maka, anak-anak yang akan tetap unggul adalah anak-anak yang mendapatkan perhatian penuh pendidikannya dari orang tua di rumah. Karena, yang mereka temui adalah orang tua untuk tempat belajar sekarang, bukan guru-guru di sekolahnya, walaupun ada tatap muka online sekalipun.
Aku, seperti orang tua lain pada umumnya, tentu ingin memberikan yang terbaik untuk si K dong selama sekolah online ini. Dan aku tidak ingin si K menjadi salah satu anak tertinggal karena terdampak Corona, bahkan kalau bisa dia menjadi anak unggul di tengah himpitan ini. Tentu dengan penurunan ekspetasi di sana sini seperti aku gak akan mengikutkan si K lomba kompetisi online (yes, masih banyak banget kompetisi online di masa sekarang) karena si K paham dengan pelajarannya aja aku udah bersyukur banget. Dengan waktu aku yang terbatas juga di mana aku gak ada waktu untuk mendampingi dia setiap hari selama online di sekolah, tapi aku akan meluangkan banyak waktu aku di sore dan malam hari untuk mengulang pelajaran dan mengerjakan tugas-tugasnya yang sehari bisa ada 2-3 tugas dari sekolah. Paling nggak, itulah usaha terbaik aku.
So, mau gak mau, suka gak suka, sekolah online tetap akan berjalan dan perjuangan harus dimulai
Sebelum mulai pembelajaran online, sekolah si K mengadakan pertemuan orang tua murid dengan kepala sekolah dan guru-guru tingkat Primary 1. Hal yang paling mendasar dari penjelasan oleh kepala sekolah adalah, sistem online akan tetap sama dengan waktu KGB (karena sebagian besar anak Primary berasal dari TK di Kinderfield juga) dengan menggunakan google meet dan google class. Yang membedakan adalah adanya nilai yang dikejar di Primary ini. Setiap tes, setiap tanya jawab, setiap tugas akan dinilai dan menjadi penilaian untuk rapor semesteran. Untuk penilaian akan dibagi persentasenya, Semesteran Test berapa persen, Class Test berapa persen, portopolio, tugas, presentasi, keaktifan di kelas dan lainnya. Puyeng! Karena emak harus tahu kan, biasanya aku kan terima hasil aja dari gurunya, huhuhu.
Udah pertemuan, guru-guru kelaspun langsung memberikan jadwal pelajaran online tatap muka dan online tidak tatap muka. Seperti yang aku ceritakan di postingan sebelumnya sekolah si K untuk tingkat Primary 1 itu ada 13 matapelajaran, 10 matpel itu online tatap muka dan 3 matpel itu cuma dikasih tugas-tugas aja via google class. Sekarang tugas aku adalah gimana mengkondisikan si K tetap bisa online dengan nyaman SENDIRIAN dan aku bisa kerja di kantor dengan tenang tanpa harus khawatir dia ketinggalan pelajarannya karena gak didampingi?
Pertama yang aku lakukan adalah, mengajari si K cara masuk ke google meetnya sendirian. Aku kasih tahu cara menghidupkan komputer dan laptopnya (kadang pake komputer kadang pake laptop dia) cara buka browser, aku kasih tahu cara klik apa supaya bisa menulis url di browser untuk masuk google meet dan untuk masuk google class, terus aku kasih tahu kode kelasnya (yang untungnya cuma 2 yang mana 1 untuk seluruh matapelajaran, dan satu lagi untuk khusus pelajaran moral education) dan yang terakhir adalah aku ingatin berkali-kali jadwal masuk kelas-kelasnya yaitu oukul 07.30, terus 10.15 dan 12.30. Awalnya aku telponin setiap hari saat sebelum meetnya di mulai, tapi udah semingguan dia hapal sendiri seh udah gak perlu diingatin lagi.
Diajarin gitu emangnya di rumah gak ada yang bisa bantuin Niee? Jadi ya, si K itu selama aku kerja aku titipkan di rumah mbahnya. Biasanya yang jagain si K itu mbahnya atau gak bibinya suami yang dari bayi temenin dan ngurusin makan minum gitu loh. Dan karena dua duanya udah berumur, aku gak bisa ngajarin mereka berdua seh. Aku lebih percaya si K lebih bisa aku ajarin daripada mbah dan bibi. Lagian, dengan ngajarin si K langsung, dia bisa lebih mandiri dan gak tergantung kepada siapa-siapa untuk mengurus sekolahnya. Jadi lebih bertanggungjawab sama tugas sekolahnya kan, bukan mengandalkan orang lain.
Awal sekolah online, aku ragu si K akan mendapatkan pelajaran yang baik dan ketakutan kedua adalah dia yang kehilangan momen bermain bersama temannya. TAPI ternyata si K menikmati loh belajar onlinenya. Dia juga bisa tetap membagikan cerita tentang teman-temannya saat sepulang aku kerja. Dia biasanya cerita bahwa si A, B dan C anak baru yang bukan dari Kinderfield, bahwa si D kamarnya lucu karena pink semua, bahwa si E selalu pake headset kalau belajar, kalau si F suka ngajak main dulu jika guru-gurunya belum datang dan anak anak udah siap di meet. BAHWA anak-anak punya cara mereka sendiri untuk beradaptasi dengan kekacauan dunia ini. Saking beradaptasinya, saat aku bilang gimana kalau nanti masuk sekolah lagi, si K gak mau dong! Maunya online aja katanya, hahahaha (walaupun dia tetap senang jika bisa bermain langsung bersama teman-teman sekolahnya lagi).
Pagi sekolah, malam ngerjain tugas, masih ada les online pula untuk pianonya. Hari-hari si K walaupun gak sesibuk dulu tapi tetap berkegiatan teratur lah. Aku masih bisa bersyukur bahwa sekolah si K tetap berusaha untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk murid-muridnya. Karena aku tahu banget, di depan mata aku sendiri, aku melihat anak anak lain yang kegiatan pendidikannya udah hilang begitu saja digantikan dengan hanya bermain setiap hari. Mempunyai rutinitas yang masih mempuni untuk pendidikan formal dan non formal di masa pandemi ini sangat harus bisa disyukuri.
***
Kalau sekolah onlinenya udah lancar, terus kalau pas tes gimana Niee?
Jadikan ya, untuk test sendiri, sekolah si K menggunakan dua metode, yang umum adalah dengan google form, tapi ada juga yang menulis manual di buku yang kemudian hasilnya di foto dan diupload ke google class. Awal-awalnya, aku SELALU mendampingi si K kalau sedang test. Selain dia gak bisa (karena belum aku ajarin) upload tugasnya sendiri ke google class, aku juga ingin memastikan jawaban yang dia jawab itu benar seh (walaupun tentu aku masih dengan prinsip anak gak boleh dibantu saat test). Tapi, lama kelamaan aku gak sanggup juga dong nemankannya karena jadwalnya yang banyak banget dan gak mungkin juga aku meninggalkan kantor setiap dia test. Untungnya emang jadwal kantor agak senggang selama corona ini seh, jadi bisalah mendampingi sedikit-sedikit. Namun akhirnya aku menyerah juga dan memutuskan untuk mengajarkan si K mengupload tugas-tugasnya sendiri ke google class. Ternyata diajarin sekali dua kali anaknya udah bisa dong! Terpujilah anak generasi Alpha yang udah siap banget masuk ke dunia digital. Bayangkan banget kalau corona ada di awal tahun 2000 kan yak, udahlah internet masih lemot bahkan gak ada, kalau adapun kita semuanya masih gaptek! Jadi disyukuri ajalah posisi sekarang.
Dengan perjuangan panjang dan melelahkan itu, akhirnya awal Desember kemaren si K bagi rapor. Kalau biasanya bagi rapor adalah momen para orang tua bertanya kepada guru dan sekolah tentang perkembangan anaknya, kali ini tentu berbeda. Kita sebagai orang tua dan guru berbagi cerita tentang anak tersebut dan akupun demikian. Guru si K menceritakan bagaimana si K selama google meet berlangsung dan aku juga menceritakan apa yang si K masih sulit untuk mengerti (tentu pelajaran PPKN dan Agama seperti yang aku tulis di postingan kemaren) dan bagaimana situasi si K di rumah selama pembelajaran online ini. Benar-benar ya, tahun 2020 ini kita orang tua dipaksa untuk ikut andil besar dalam pendidikan anak-anak kita. Yang dulu bisa menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah tahun ini gak bisa. Paling tidak aku sebagai orang tua belajar, belajar bertanggungjawab penuh untuk pendidikan si K. Semoga di Primary 1 ini mendaji pondasi dasar bagi aku untuk mendapinginya sampai jenjang jenjang berikutnya hingga dia mandiri saat dewasa.
Ok, segini dulu kali ya ceritanya. Sebenarnya aku mau ceritakan tentang isi dari rapor si K yang menurut aku unik karena ada dua rapor yang dibagikan yaitu rapor dari sekolah dan rapor versi kemendikbud. Tapi karena postingannya udah kepanjangan juga jadi dipostingan selanjutnya aja ya.
bye.
bener pasrah aja ya setahun ajaran ini sepertinya akan online, hiks ku menangis, anak kita sama nih mom kelas 1, momen yang ditunggu para ibu2 ya kan, agak drop. Hebat mom memantau dari kantor :D, kalau aku alhamdulilah full wfh jadi full sfh juga dengan segala drama2 korea nya hehe, semoga semester 2 lancar ya, salam …
Sanggung gak sanggung ujung-ujungya ya mbak. Tapi harus dijalani jadi ya kelihatannya tangguh tapi tetep aja galau. Doa aku semoga kelas 2 bisa offline deh sekolahnya. Tetap bagi aku anak-anak harus bersosialisasi seh ya
Iya Niee, nggak kebayang ya kalau coronanya awal tahun 2000an gitu. Mau bagaimana itu sekolahnya? Hahaha 😆 . Btw aku penasaran dengan tes kalau online begini, soal-soalnya apa disesuaikan gitu ya? Karena kupikir rawan buat ada yang nyontek gitu kan, ngerjain tes sambil buka buku di belakang komputer, hahaha 😛 .
Aku gak tahu kalau yang lebih tinggi. Tapi kalau anak kelas 1 soalnya masih mudah seh ko. Lagian gak bisa nyontek juga karena soalnya lebih ke pemahaman, kenapa bagaimana gitu.
Tapi kalau online bisanya boleh ko buka buku, kalau gak boleh gurunya gak bisa yakin juga kan. hahahaha
Hahaha iya Niee aku pikir pasti tipe soalnya juga disesuaikan ya, yang mana lebih cocok tipe pertanyaan terbuka gitu bukan yang pertanyaan tertutup yang jawabannya ada di buku, hahahaha 😛 .