“Sepak bola Indonesia itu ancur banget! Udah gak bisa diperbaiki,” ucap seorang laki-laki yang duduk dimeja sebelahku disebuah kafe saat siaran langsung piala dunia Afrika Selatan kemaren. Kalimat itu terceletuk saat mereka membicarakan tentang keinginan Indonesia yang ingin menjadi tuan rumah piala dunia 2018 atau 2022.
Sebenarnya, kalau menilik untuk peluang Indonesia ‘tiba-tiba’ menjadi tuan rumah piala dunia aku juga pesimis, rasanya kurang pas jika memaksakan hal itu harus terjadi. Indonesia yang tidak pernah sama sekali ke piala dunia, tidak mempunyai cukup stadion dan terlebih lagi PSSI yang memang sedang tidak sehat menjadi alasan aku menganggap Indonesia belum pantas.
“Gak ada yang gak bisa, Indonesia pantas kok jadi tuan rumah Piala Dunia, aku sangat dukung itu,” ucap butet, temanku saat kami sedang makan bakso bersama teman-teman yang lain.
Suasana piala dunia memang menjadikan teman-temanku yang cewek menjadi mendadak ikutan membicarakan tentang bola. Dengan semangat Butetpun menjelaskan alasan-alasan mengapa kita harus optimis segala sesuatu pasti bisa terjadi.
Kedua pendapat itu memang bertolak belakang, tapi tidak membuat aku menjadi ikut dari salah satunya. Aku tetap mempunyai pendapat sendiri, bahwa Indonesia belum pantas menjadi tuan rumah piala dunia 2018 atau 2022, tapi aku tidak mau bilang bahwa sepak bola udah ancur banget sampai-sampai tidak bisa lagi untuk diperbaiki.
Sepak bola Indonesia itu sedang memproses, berproses menjadi lebih baik dan baik lagi. Tidak ada yang salah dengan pemain-pemain Indonesia, kalau ada yang salah mungkin adalah organisasinya yang dari tahun ke tahun tidak pernah diadakan reformasi, padahal dari luar seluruh pecinta sepak bola sudah ingin organisasi yang namanya PSSI itu melakukan reformasi.
Belakangan Indonesia menjalani laga persahabatan dengan tim Uruguay yang merupakan negara keempat pada piala dunia kemaren. Saat itu, Indonesia benar-benar dibantai oleh Suarez dkk. Bagi yang ‘membenci’ sepak bola Indonesia, itu menjadi ajak olok-olokan kepada Tim Nas, bahwa Indonesia memang tidak pantas! Tapi jika kita berfikir jauh lagi, Uruguay memang bukan tandingan Indonesia saat ini. Bukanlah hal yang baik membandingkan negara ini sekarang. Lihatlah saat Indonesia menjamu Maladewa yang memang dari segi peringkat sebanding, saat itu Indonesia bisa berbangga hati karena kita menang.
Jangan membandingkan sesuatu yang bukan pada tempatnya. Seperti membandingkan keliaran singa hutan dan singa yang sejak lahir ada dikebun binatang.
Pertandingan sebenarnya dimulai tanggal 1 Desember kemaren. Saat gaung AFF 2010 dimulai dan Indonesia menjadi tuan rumah untuk group A yang dihuni oleh Malaysia, Laos dan Thailand. Pertandingan pertama yang melawan Malaysia bagai ditunggu-tunggu oleh semua masyarakat Indonesia. Bukan karena AFFnya, bukan karena bolanya, BUKAN, tetapi hanya karena Indonesia akan melawan Malaysia! Sebuah kenyataan yang ironis, bagaikan jika Indonesia menang melawan Malaysia, Indonesia sudah menjadi juara.
Praktis karena itu saat Indonesia mengganyang Malaysia dengan skor telak 5-1 aku tidak terlalu berkomentar. Indonesia belum bisa lega. Bahkan Indonesia belum lolos dari penyisihan group! Barulah saat Indonesia lagi-lagi bisa melumat Laos dengan skor telak 6-0 aku sedikit lega. Indonesia masuk keseperempat final!
Dengan skor yang mencolok seperti itu memang membuat berjuta-juta rakyat Indonesia menjadi semangat, ada butir butir harapan mulai muncul kedalam Tim Nasional ini, harapan yang tidak mau dijatuhkan dengan kekalahan dibabak-babak selanjutnya. Harapan yang mengharapkan Indonesia dapat melangkah lebih jauh, bahkan kalau bisa Indonesia menang pada AFF tahun ini.
Tapi lagi-lagi ditengah kegembiraan aku mendengar lagi nada sumbang dari orang-orang sekitarku. “Aapa hebatnya seh menang 6-0, coba tuh lawan Spanyol, pasti dibantai 10-0 deh!” ucap salah satu orang yang aku follow di twitter. Aku ingin marah, aku ingin adu argumen dengan dia. Tapi 140 karakter tidak akan membuat fikiran dia berubah, maka aku tidak meladeni statmentnya itu.
Sekali lagi, tidak ada alasan untuk kita (apalagi satu bangsa ini) membandingkan sepak bola ini dengan negara yang menang piala dunia. Kompetisi disana telah berjalan berpuluh-puluh tahun dahulu daripada Indonesia. Cintailah negara ini dari yang paling dekat dulu. Dukung Indonesia di AFF. Nyanyikan Indonesia Raya di stadion hingga berakhir ajang dan kibarkan bendera merah putih disana.
Untuk seperti mereka (Spanyol dan Uruguay) kita tidak bisa meloncat, apalagi terbang. Kita tetap harus menaiki anak-anak tangga sedikit demi sedikit. Dan ASEAN adalah anak tangga dasar yang harus terlebih dahulu kita lalui.
Aku memang bukan pengamat bola seperti orang-orang di TV-TV atau mereka yang paham benar tentang olahraga masyarakat itu. Aku hanya seorang yang punya pandangan sendiri tentang apa yang aku lihat. Yang tidak suka melihat orang-orang sekitar yang terlalu meremehkan sepak bola Indonesia. Aku hanya seorang yang mencintai olahraga ini, dan selalu ingin mendukungnya tanpa perlu membandingkannya dengan sesuatu yang tidak sesuai. Memberi semangat sambil berharap dia melewati anak-anak tangganya hingga suatu saat mencapai puncak.
foto by : Hendra Eka