Beberapa hari lalu, saat aku bangun tidur. Kebiasaan yang selalu aku lakukan adalah keluar kamar kemudian jalan ke bawah rumah. Maklum, kamar aku memang berada di lantai dua rumah yang kadang membuat aku tak tahu menahu tentang ‘dunia’ bawah, hehe.
Namun, postingan ini tentu bukan untuk menceritakan kebiasaan bangun pagiku yang rata-rata baru melek jam 8 SIANG itu. Atau kebiasaan aku yang suka geje mau ngapain dipagi hari. Postingan ini tentu sesuai dengan judul yang aku beri di atas, yaitu mengenai film Indonesia.
Melanjutkan cerita dan inti permasalahannya. Seperti biasa, pagi itu bapakku menyetel radio besar yang ada di ruang keluarga. Kalau gak salah, radio Pro 2 RRI, salah satu radio favorit bapak. Pagi itu secara random sang penyiar memutar lagu yang lumayan udah lama. Kalau gak salah, lagunya itu ‘Kekasih Terakhir’-nya Melly Goeslaw. Sountrack film ‘Apa Artinya Cinta?’ tahun 2005 yang diperankan oleh Sandy Aulia dan Samuel Rizal.
Mendengar lagu itu aku jadi teringat dengan film-film Indonesia lima tahun yang lalu, atau lebih. Pada zaman itu aku sangat menyukai film Indonesia. Biasa dibilang, apapun yang diputar oleh bioskop 21 yang merupakan satu-satunya bioskop di kotaku selalu aku datangi untuk menonton. Baik film drama seperti, Apa Artinya Cinta?, Dealova, Brownies, Ungu Violet, Catatan Akhir Sekolah, atau film horornya seperti Hantu Bangku Kosong, Panggil Namaku 3x, Bangsal 13 dan banyak film lainnya menjadi list film yang pernah aku pantengin di bioskop.
Sekarang, aku masih menonton bioskop, namun film yang aku tonton sudah sangat jauh berbeda. Aku sekarang lebih memilih untuk menonton film-film Hollywood. Bukan karena aku yang sekarang sok untuk menonton film barat, tapi lebih karena menurutku film Indonesia sekarang sudah sangat turun kualitasnya.
Fenomena yang berkembang diperfilman Indonesia sangat menyedihkan. Mulai dari fenomena film komedi yang mengaitkan dengan tema sex bermunculan. Kemudian dilanjutkan dengan fenomena film hantu. Kedua jenis film ini kemudian mendominasi hampir seluruh bioskop Indonesia dalam jangka waktu yang lama. Dampak menyedihkannya lagi adalah ketika kedua jenis film itu digabungkan. Maksudnya, film hantu yang berbau sex. Kemudian, pada akhirnya sekarang tema sex tidak bergantung lagi di area komedi dan hantu. Mereka memiliki temanya sendiri. Mereka mulai berdiri sendiri.
Tak perlu untuk menyebutkan nama-nama film yang berjenis demikian. Aku rasa yang membaca postingan ini sudah tahu apa-apa saja yang termasuk dengan jenis tersebut.
Kadang, aku sangat rindu dengan kondisi film Indonesia dulu. Karena tidak bisa aku pungkiri fenomena ini membuat cara pandang aku tentang film Indonesia menjadi sangat berubah. Aku sangat memilih-milih untuk menonton film Indonesia sekarang. Takut kecewa dan takut rugi untuk mengeluarkan uang 20 ribu hanya untuk menonton film di bioskop. Ini tentu saja tidak hanya terjadi padaku. Tetapi juga pada teman-teman yang ada disekitarku. Malah, kakakku tidak mau lagi menonton bioskop untuk film Indonesia. Ini sungguh sesuatu yang ironis.
Lalu kemudian ini salah siapa? Apakah salah para produser atau sutradara yang telah membuat film yang kurang bermutu di negeri ini. Atau salah penonton yang masih saja mau menonton film yang ditanyangkan oleh mereka. Karena kita tidak bisa melupakan bahwa film itu masih bisa exis karena ada sokongan penonton yang masih menikmatinya.
Apalah aku yang hanya seorang anak perempuan yang berpendapat untuk meminta: “Tolong hentikan film jenis seperti itu”. Suara aku tentu tidak didengar oleh mereka yang jauh secara fisik dan sosial. Tapi, aku sangat ingin film Indonesia membaik lagi.
Semoga harapan aku akan terkabul dalam waktu yang dekat. Jangan jadikan perfilman Indonesia menjadi mati suri lagi seperti satu dekade yang lalu.