Sang Pencerah


Hendralesmana.com

Barusan tadi sore nonton nih film. Emang rada udah lama sih, tapi kan gak lama-lama amat yang lumayan untuk dibahas dan menuh-menuhin blog 😀

Awalnya gak begitu tertarik dengan judulnya dan posternya. Sang pencerah, apa itu maksudnya. Terus posternya juga orang-orang yang berbapakaian jawa. Maaf bagi para penduduk jawa yang melimpah itu. Aku tidak terlalu suka dengan kebudayaannya, apalagi kalau disuruh menonton filmnya. Mau nonton apa aku?

Tapi seiring dengan sering dibahasnya film ini, dan banyaknya tailer2 yang menyebar di teve atau dunia maya, aku jadi tahu bahwa film ini adalah film tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan yang merupakan pendiri Muhammadiyah di Indonesia. Barulah aku tertarik untuk menontonya.

Sedikit ceritanya (versi niee):

Darwis (Kiai Haji Ahmad Dahlan Muda) adalah remaja yang melihat ajaran Islam berbeda dengan kebanyakan orang di daerahnya. Sebuah daerah yang masih melakukan kebudayaan nenek moyang yang banyak salah. Misalnya saja memberikan sesajien pada pohon untuk meminta pertolongan. Padahal mereka itu Islam. Terbawa ingin mempelajari Islam lebih, diapun memutuskan untuk naik haji dan belajar Islam di Mekah. Setelah pulang, diapun mendapat nama baru yaitu Haji Ahmad Dahlan.

Berbekal ilmu yang dimilikinya, H. Ahmad Dahlan membuat sebuah perombakan besar di kampungnya. Dimulai dengan mengganti arah kiblatnya, karena kebanyakan mesjid di daerahnya menyesuaikan dengan arah jalan, bukan arah Ka’bah. Diapun menjadi Kiai dengan pemikiran Islam modern yang membuat resah para pemuka agama yang lebih tua sehingga sebagian besar masyarakat menyebutnya sebagai Kiai kafir.

Beberapa perdebatan2 penting yang bisa aku tangkap (baca: yang aku ingat :D):

Q: Kenapa kiblat harus sesuai dengan arahnya? Bukannya iman itu di dalam hati?

A: Kalau begitu apa fungsinya Ka’bah dibagun. Ka’bah dibagun untuk menyatukan umat Islam menghadap ke bagian yang sama.

Q: Bolehkah tidak membuat ‘perayaan’ saat peringatan 40 hari kematian?

A: Tidak pernah nabi menyuruh kita untuk melakukan peringatan kematian. Apalagi sampai membuat umatnya sulit karena tidak memiliki biaya.

Q: Kenapa melarang yasinan?

A: Tidak pernah bermaksud melarang yasinan. Membaca surah yasin bersama-sama dan terus menerus membuat surah itu bagaikan surah yang khusus dan membuat lupa surah-surah lainnya. Padahal Al-Qur’an banyak memiliki surah yang juga bagus isinya.

Q: Kenapa menggunakan peralatan kafir untuk berkegiatan? Itukan haram?

A: Kita menggunakan peralatan mereka bukan untuk bertindah kejahatan. Malah membuat kita lebih mudah. Itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan haram.

Lakumdinukum Waliyadin ~ Untukmu agamamu dan untukku agamaku.

———————————————————————————————————————————————-

Banyak sekali yang bisa didiskusikan pada film ini, tentu bukan dalam tahap mengkritik si sineas. Melainkan pandangan kita terhadap ajaran agama Islam modern.

Aku dibesarkan dalam keluarga yang rada kuno memandang agama. Tapi orang tuaku sangat membuka diri untuk masukan2 baru yang jika baik akan diterima dengan baik pula.

Tapi jika aku dibilang Islam modern tentu aku tidak mau seperti itu, apalagi kalau dibilang sebagai Islam liberal. Aku sebagai manusia bebas yang mencampur adukkan semuanya, mengambil yang baik dan mengubur yang buruk.

Kebanyakan warga Muhammadiyah yang aku kenal tidak mau melakukan beberapa hal. Contoh paling seringnya adalah mereka tidak mau mengikuti acara tahlilan. Alasannya mungkin seperti yang diungkapkan pada film ini. Bahwa do’a itu dari dalam hati dan tidak perlu beramai-ramai. Apalagi membunyikan suara keras yang membuat tidak nyaman para tentangga. Tanggapan aku tentang ini adalah Tahlilan itu tidak wajib, tapi kalau ada yang mau dan mampu untuk melakukan, kenapa musti kalut. Toh gak ada salahnya berdo’a beramai-ramai (istilahnya ibu aku itu makin banyak yang berdo’a makin baik 😀 ).

Ada lagi kebiasaan mereka yang hanya mau sholat taraweh sebanyak 8 rakaat, gak lebih. Katanya nabi itu sholatnya juga cuma 8 rakaat. Ini juga belum ada bukti yang kongkret (sepengetahuan penulis). Kalau ada mesjid yang menyenglenggarakan lebih dari 8 rakaat, mereka akan pulang. Tanggapan aku, lah wong ibadah kok mikir2 toh! Bukannya lebih banyak rakaat kita akan lebih banyak dapat pahalanya?

Sekali lagi aku tekankan, aku gak benci dengan aliran Muhammadiyah. Malah kadang kala pemikiran mereka banyak bagusnya. Aku hanya tidak ingin mengikuti aliran ajaran agama Islam apapun. Kalau ditanya jawaban aku cuma Islam (titik).

——————————————————————————————————————————————–

Sekarang, marilah kita lihat mengenai filmnya (mulai sok pinter komentari film :P). Yang pertama aku garis bawahi kekurangan film ini adalah banyaknya penggunaan bahasa jawa dan ANEHNYA sangat jarang ada teksnya. emangnya Hanung cuma mau menjual filmnya untuk orang Jawa kah? Aku ora ngerti. Kasih kek teks terjemahan yang lengkap. Gak rugi juga kan.

Terus aku juga kurang suka penggambaran ketika beberapa adegan hitam putih. Mungkin maksudnya inikan film settingan tahun 1900an. Tapi gak perlu juga kali ada gambar kresek-kresek itu.

Awal pertama kali menonton, aku bilang pada temanku: Hati-hati habis menonton ini kita jadi pengikut Muhammadiyah. Tapi tenang saja kok, bagi yang telah memiliki keteguhan hati (caelah bahasanye :D) film ini gak begitu kuat untuk menggiring kita masuk jadi pengikutnya.

Yang pasti, aku jadi tahu setelah film ini bahwa Muhammadiyah sangat berperan besar dalam pendidikan modern untuk bangsa Indonesia. Jadi aku akan sangat menghormati Muhammadiyah sepenuh hati 😀 (mungkin jika punya anak akan memasukkan ke SD Muhammadiyah 2 Pontianak. – woy! gak ada hubungannya coba :P).

Dan akhirnya seneng deh bisa nonton film Indonesia yang baik lagi, setelah kemaren aku baru nonton Darah Garuda. Mudah2an perfilman Indonesia semakin maju yah.

note: film Sang Pencerah, darah garuda berdampingan dengan film dawai 2 asmara dan dilihat boleh dipegang jangan. Do’a penulis agar kedua film terakhir dapat menghilang dari dunia perbioskopan Indonesia. Amin 😀

7 Comments

Leave a reply to niee Cancel reply